Wednesday, January 25, 2012

Don't Break The Duration*

Huru-hara para Floor Director di Bukan Empat Mata.


Tak banyak yang tahu, di balik suksesnya sebuah acara televisi ada sosok yang tak terlihat tapi sangat berperan. Dialah Floor Director (FD), sang jenderal lapangan. Seperti apa tugas mereka? Intip pengalaman saya saat mengikuti syuting rekaman Bukan Empat Mata di studio Trans7.

Saya tiba di studio sekitar pukul 16:30, setengah jam sebelum syuting dimulai. Izumi Hendardi, seorang FD wanita menyambut dengan senyuman dan mengajak saya mengintip persiapan syuting di back stage. Zumi berbagi cerita soal peran FD. Kata Zumi, FD adalah eksekutor dari konsep yang telah dibuat tim kreatif.

"FD dibagi jadi lima pos. FD leader, memimpin di depan panggung. FD traffic, menjaga akses keluar-masuk pengisi acara. FD backstage, menyambut kedatangan pengisi acara di studio serta mengontrol kesiapan mereka. FD audience warmer, menyambut kedatangan penonton di studio, memandu penonton agar aktif di acara tersebut (tepuk tangan, misalnya). Tujuannya? Supaya penonton menyatu dengan acara. FD show director, berkoordinasi dengan tim pencahayaan, tim audio, dan ke-empat FD lainnya. FD show director bertempat di Front of House (FOH) - ruang kontrol pencahayaan dan audio, yang letaknya di atas studio sehingga dapat memantau kondisi studio secara keseluruhan," jelas wanita ber-handy-talky (HT) ini panjang lebar.

Selama menjadi FD, Zumi telah mencoba semua pos FD yang ia jelaskan tadi. Kata Zumi, karier FD biasanya berawal di studio berita. Salah satu tugasnya adalah menghitung mundur ke presenter ketika syuting akan dimulai. Selanjutnya, FD akan digilir ke posisi audience warmer. Di posisi ini, FD diharapkan berani berinteraksi dengan masyarakat dan memiliki kepercayaan diri tinggi.

FD leader memberi arahan
ke salah satu pengisi acara.

Harus Serba Cepat
Dalam bertugas, FD biasanya dilengkapi dengan HT untuk berkoordinasi. Satu hal yang sangat menonjol dari seorang FD adalah pergerakannya harus serba cepat. Setiap detik berkaitan dengan durasi. Tidak heran jika profesi ini sangat melelahkan. FD juga harus memiliki inisiatif tinggi dan cepat tanggap terhadap semua situasi yang terjadi di studio. Bila melihat ada yang tidak sesuai dengan rencana acara, seorang FD harus berinisiatif untuk menyelesaikan masalah tersebut. FD juga harus bermental kuat. Hampir seperti militer. Kalau dibentak artis atau yang lain, tidak boleh ciut.

Acara live biasanya akan lebih menegangkan. Zumi pernah melakukan kesalahan. Karena dirinya kurang cepat mengambil botol air mineral, kamera menangkap keberadaannya di panggung. "Waktu itu, rasanya malu dan kecewa," kenang Zumi. Setelah acara selesai, biasanya ada evaluasi. Nah, di saat itulah Zumi dan kru memberi penjelasan atas kesalahan-kesalahan yang terjadi, baik disengaja atau tidak.

Bingung juga harus 
mendengar banyak instruksi.

Tak Semudah Bayangan
Nah, saatnya saya menjajal pekerjaan Zumi. Saya berjalan mengikutinya memasuki ruang utama studio (panggung dan bangku penonton). Saat itu sedang syuting rekaman Bukan Empat Mata. Tukul sudah siap di panggung, mendengarkan pengarahan FD sambil di-touch up. Grup band Peterpan sibuk check sound dan mencoba beberapa penggal lagu. Sedangkan penonton sudah duduk manis. Suara riuh mereka sudah terdengar, karena FD audience warmer sedang mengajak mereka latihan tepuk tangan. Lampu-lampu dites fungsinya. Dan tentu saja, kru FD berseragam hitam yang hilir mudik. 

Saya kira saya bisa ikut mengarahkan di panggung. Atau, minimal ikut mengarahkan penonton. Tapi ternyata saat itu, Zumi bertugas sebagai FD show director. Dia harus standby di FOH. Saya sedikit kecewa dan mengira "petualangan" kali ini kurang seru. "Ah, begitu doang mah gampang," gumam saya sok tahu.

Wah, sudah ada aba-aba syuting dimulai. FD audience warmer memberi aba-aba kepada penonton untuk tepuk tangan, kemudian memberi kode untuk berhenti. Tukul membuka acara dengan mulus. Wajar saja, karena Bukan Empat Mata acara mingguan. Belum lagi syuting taping yang kadang dilakukan beberapa kali dalam seminggu. Membuka acara bukan lagi sesuatu yang sulit buatnya.

Dari atas ruangan FOH, saya mengintip serunya syuting di panggung. Sesekali melirik aktivitas Zumi. Ia sibuk melihat secarik kertas, kemudian beberapa kali bolak-balik memberi instruksi dan mendengar laporan dari tiga headset yang ada di sebuah meja. Di dekatnya ada beberapa monitor, yang merekam dari berbagai angle. "Sini mau coba dengar dan memberi arahan?" katanya. Sebelumnya, ia memperlihatkan apa isi kertas itu. Isinya adalah rundown dan timeline acara. "Ini suara dari ruang kontrol, ini suara yang nantinya kita dengar di televisi, dan ini suara dari panggung," Zumi menjelaskan fungsi ketiga headset itu.

Jangan sampai ada over duration.
Saya ragu-ragu mencoba headset pertama. Takut "merusak" jalannya acara." Nggak apa-apa kok, coba saja dengar. Kalau penting, pasti saya dikode," Zumi menenangkan. Baiklah, saya coba. Terdengar suara  beberapa orang yang membahas angle kamera dengan bahasa teknis yang tidak terlalu saya kuasai seperti tilt up atau tilt down. Dulu saya pernah kuliah Praktik Televisi. Tapi karena tidak terlalu mendalami, saya jadi lupa. Duh bingung. Apalagi kemampuan audio saya kurang bagus. Pasti nggak ngeh dengan instruksi itu. 

Lalu nama Zumi dipanggil. Nahlo. Saya pun memberikan headset itu ke Zumi. Sambil berkomunikasi dengan kru lain, Zumi memberi dengar headset kedua. Iya benar, saya mendengar suara "bersih" yang sudah dikontrol. Tidak terdengar "kehebohan" di belakang. Supaya lengkap, saya dengar juga headset dari panggung. Beberapa dialog yang terdengar seperti ini, "Oke, sebentar lagi bintang tamu A masuk." Atau "Bintang tamu B mau ke toilet nih." Intinya, report kondisi di panggung.

Sekali lagi, dengan kemampuan audio yang sangat buruk, saya tiba-tiba pening harus dengar tiga headset itu secara bergantian. Namun Zumi melakukannya dengan lihai dan cekatan. Copot satu headset, lalu kasih instruksi. Dengar headset satu lagi, lalu kasih aba-aba. Beberapa kali saya melihatnya mendengarkan dua headset sekaligus. Sesekali dia membuat tanda centang atau catatan kecil di kertas rundown. Salut. Ternyata, pekerjaan Zumi tak semudah yang saya kira. Makanya, jangan sombong dulu sebelum mencoba sendiri.

Sayapun menyerah. Daripada syuting jadi berantakan, saya hanya mengamati gerak-gerik Zumi dan menikmati suasana panggung. Satu kali take harus diulang karena melewati durasi. Selanjutnya, mulus. Semua bertepuk tangan puas.


* Ditulis ulang (dengan beberapa editing) dari :
Majalah Sekar Edisi 11-25 Maret 2009 (dummy)
Judul Asli: "Jadi Floor Director, Butuh Inisiatif Tinggi"
Penulis: en-emy.blogspot.com
Rubrik: Seperti Mereka
All photography by: Sendie Nurseptara S.

6 comments:

  1. wah pengalaman yang menarik nih... emang kok ribet ya sebenernya untuk mengemas 1 episode acara tv aja. padahal durasinya aja gak sampe sejam.
    makanya gak heran kalo 1 episode gitu aja biaya produksinya tinggi dan biaya pasang iklannya mahal...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget.
      Di balik acara tv yg udah siap tonton itu, ternyata lewat proses yang "meriah".
      Ga heran, kalau live show suka sering eror.
      Salut deh sama yg bisa bikin live show tapi erornya minim.

      Delete
  2. Wah, ternyata pernah mampir ke kantor toh.. hihihi.. kok kita ga bertemu ya? :P

    Haaaaah, walaupun diriku dulu ga kerja di bagian mereka, tapi ngerti kok gimana repotnya kerja di TV.. It's a tough work.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ohhh, Bebe di Trans Corp toh...
      Iya. Capek tapi seru.
      Cuma yang punya passion yang bisa bertahan.

      Delete
  3. hey,gw baru baca ni tulisan kamu :) terima kasih ya :) suatu kehormatan buat gw ditulis di blog km :)

    izumi hendardi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halooo Izumi,
      Apa kabar? Aku wawancara kamu 3 tahun yang lalu lho(lama juga ya).

      Karena artikel ini hanya keluar di dummy, jadi banyak yang belum baca. Jadi, aku taro di blog deh.

      Thank you for sharing ya...

      Delete