Mainan pintu... |
Hello, masih hari selasa kan sekarang? Berarti masih cocok CelebriTues-an dong. Hehe. Kali ini, saya mau ngenalin keponakan saya satu-satunya.
Dari dulu kami selalu berempat; Papa, Mama, Unina, dan saya. Papa satu-satunya cowok di keluarga kami. Lalu, mau tak mau saya harus beradaptasi dengan kehadiran sosok cowok lain, yaitu abang ipar. Mulai berasa di rumah ada cowoknya. Tambah berasa lagi saat keponakan laki-laki saya lahir 8 April 2009.
Sejak di kandungan dan sudah tahu pasti jenis kelamin calon bayinya, Unina sudah ngasih nama. Kami memanggilnya Umar. Unina suka nama itu karena merupakan nama salah satu sahabat Rasulullah, yaitu Umar Bin Khatab. Unina pengin putranya pemberani seperti Umar Bin Khatab.
Lahir dengan berat tak sampai 3 kg dan tinggi normal (lupa detailnya), Umar bikin rumah jadi hidup dan ramai. Papa dan Mama senangnya bukan main. Walaupun Mama pernah bilang nggak mau repot urus cucu, eh ternyata pas Umar lahir si Mama yang paling repot. Papa? Lebih ekstrem. Saking sayangnya sama Umar, kadang Unina diomelin kalau Papa dengar Umar nangis. Saya juga senang, karena kebetulan memang suka anak kecil.
Hampir tiga tahun, kami merasa waktu berlalu begitu cepat. Umar sekarang sudah bisa lari, main sepeda, main bola, ngoceh, lompat-lompat, dan lain-lain. Kami sering merasa Umar datang ke rumah kami ini sudah langsung besar. "Siapa sih anak kecil ini, tiba-tiba hadir di rumah? Main parkir sepeda dan mobilan di kamar," kata Papa sambil tersenyum. Mama dan Papa bilang dulu waktu kami kecil rumah nggak pernah seberantakan begini. Sekarang? Seorang Umar bisa bikin rumah kayak kapal pecah. Mobil-mobilan yang bisa dinaikin ada 2, sepeda 2, mobil-mobilan kecil nggak kehitung, bola 2, dan mainan lainnya. Tapiii, kondisi ini yang ngangenin. Kami sering tersenyum melihat sepatu dan sendal kecil yang berjejer di anak tangga rumah kami.
Di usianya sekarang, alhamdulillah Umar tumbuh sehat dan pintar. Siang hari Umar nggak pakai diaper lagi. Setiap mau pipis, dia pasti bilang. Pup juga begitu. Umar sudah bisa berhitung sampai 15. Dia tahu nama lengkapnya. Dia ingin dipanggil Abang, karena anak-anak kecil di kompleks yang usianya lebih muda memanggil dia Abang. Umar hapal nama keluarga inti, termasuk manggil saya "Ante". Dia juga bisa bernyanyi Topi Saya Bundar dan Cicak Di Dinding. Sudah bisa bilang "tolong", "terima kasih", "assalamualaikum", "waalaikumsalam", dan percakapan singkat lainnya. Pintar! Saking pintarnya, pernah dia nggak mau tidur siang, lalu saya tanya, "Kenapa nggak bobo?". Dia jawab dengan cuek, "Males". Nahlo? Ngikutin siapa tuh ngomong begitu? Ahahahaha. Lain waktu, saya nanya kemana mainannya. Dia jawab "Nggak tauuuuu". Kali ini saya yakin dia mencontoh saya karena sering jawab begitu kalau Papa nanya sesuatu. Umar lagi senang nanya "Apai?" ke semua penghuni rumah. Maksud dia nanya kami lagi ngapain.
Ayo photo box! :) Papa, Unina (Umar's Mom), Umar, and Me. |
Makan gampang banget, asalkannnnnnn pakai telur dadar dan sambel. Mungkin karena darah Padang, dia senang sambal tomat bikinan Neneknya. Walaupun baru cocol sedikit sudah keringatan dan minta minum. Mandi juga gampang. Nggak kayak tantenya, Umar hobi mandi. Kadang kalau gerah, siang hari bolong dia minta mandi. Atau nggak pas pulang bepergian, walaupun sudah larut, dia pasti minta mandi.
Sekarang, dia hobi main bola. Agak seram sih lihat dia main bola. Tendangannya cukup keras dan terarah. Cangkir si Atuk nyaris pecah. Televisi, pajangan Enek (baca: Nenek), dan badan kami sering jadi korban. Kalau Abinya mau pergi kerja, dia selalu minta main bola. Begitu juga pas pulang, selalu ditodong main bola. Dvd favoritnya, Upin-Ipin, The Cars, Toys Story, dan Shaun The Sheep. Oiya, sekarang dia pintar ngambek. Tidak tahu belajar dari siapa. Kalau kami telat meladeni permintaannya, dia langsung pundung.
Satu lagi, Umar excited banget kalau diajak pergi. Saking senangnya, dia suka mual trus muntah deh. Mungkin karena grogi mau pergi. Tapi itu terjadi saat masih di rumah. Pas sudah keluar rumah, mual-mualnya hilang. Makanya, kami suka mengakali dengan cara semua siap dulu, baru dia diberitahu. Sehingga, kami langsung jalan dan dia nggak perlu mual-mual. Selain itu, Umar sudah bisa membedakan mana baju main dan mana baju pergi. Sudah bisa milih baju sendiri. Walaupun kami tidak bilang, dia tahu mau diajak pergi karena pengasuhnya memakaikan baju bagus. Ahahaha.
Oiya, entah mengapa Umar senang sekali masuk ke kamar saya. Padahal di kamar saya tidak ada mainan. Saya jarang membukakan pintu karena kamar saya selalu berantakan. Nah, dua hari yang lalu, karena kamar sudah rada mendingan, saya akhirnya menyambut ketukan melasnya di pagi hari. Dannnn, Umar senang bukan main. Mau tahu dia ngapain saja? Silakan lihat di foto-foto berikut ini.
Malu-malu sekaligus senang, karena boleh masuk kamar Ante. Setelah itu, "Tolong tutup pintu, Nte." "Tolong kunci, Nte. Tolong ac, Nte." |
"Pake bedak boleh, Nte?" Beberapa menit kemudian, cemong2. Happy banget dia karena saya nggak larang. |
Megang celengan Ante. Tadinya sambil cengar-cengir , minta mencet2 laptop. Tapi saya menggeleng dan dia nurut. |
Ucus (baca: susu) Time. Tak lupa meluk Inga, Si Sohib kental. Dibujuk pengasuhnya keluar, nggak mau. "Obo, kamar Ante aja." |
Baca dulu ah... |
Nggak lama, karena harus tidur siang, dengan terpaksa dia harus balik ke kamarnya. Saya pun diajak ke kamarnya untuk menemani dia tidur. Dannn, sudah ketebak, besoknya dia ketagihan main di kamar saya -__-
Umar and Ante. |
waduh asiknya umar.. dimanja seluruh keluarga ya... hehehe
ReplyDeletebtw lucu banget ya suka makan sambel... :D
Iyaaa Mas, dia suka banget sambel. Ahahaha. Untungnya perutnya cocok sih. Ga pernah mules2. Tapi sambel si Mama sebenernya ga pedas2 banget, tomatnya banyak.
DeleteLuccuuunyyaaa Umar...
ReplyDeleteDulu di keluarga besarku kami suka becanda, katanya kalo udah jadi kakek nenek sayangnya ke cucu bisa lebih daripada sayang ke anaknya, cucu mo apa aja diiyain hehehehehe :D
Ahh iya itu yang lupa aku tambahin Chit.
DeletePapa Mama (terutama bgt Papa) sayangnya bukannn main. Jujur, kadang aku yg udah 28 tahun ini suka ngiri :( Aku kan bungsu mereka, harusnya masih disayang (ga tau diri sama umur dan badan yg segede gabang)
Papa kalau ngajak kami ke mal, trus lihat baju, sepatu, atau mainan Umar, langsung angguk beliin. Tanpaaa lihat harga. Sedangkan aku? minta baju 1 yang harganya cuma 1/3 baju Umar aja ga boleh :((
Trus, Umar ga pernah dilarang pegang barang2 kepunyaan Si Papa.Kalau bahaya, Papa biasanya ngasih tau baik2. Yang lainnya kan histeris kalau Umar menjelajah ke tempat yg bukan teritorinya. Mungkin sikap baik Papa itulah yg bikin Umar paling respect ke Datuknya.
(jadi panjang deh reply-nya ahahaha)