Sunday, February 19, 2012

Malam Minggu di Tjikini, Bersama Ari-Reda*


Malam minggu kemarin kamu kemana? Kalau saya, menikmati Ari-Reda di Tjikini (restoran di daerah Cikini). Bermula dari kicauan akun Twitter @RedaGaudiamo (yang kira-kira isinya begini) “Tg. 18/02 jam 19:00, bersama @arimalibu, saya akan menyanyikan puisi: @tjikini, Jl. Cikini 17. Mari datang!” Saya langsung tertarik hadir. Asyik, malam Minggu menikmati puisi!

Sabtu malam, meluncurlah saya  ke Tjikini. Tak sulit menemukan restoran ini. Letaknya tak jauh dari Kantor Pos Kalipasir Cikini, Jakarta Pusat. Suasana malam minggu di sini selalu ramai, karena sepanjang jalan dipenuhi berbagai restoran atau kafe. Berjalan sedikit, kamu sudah sampai di Taman Ismail Marzuki, yang tak kalah ramai.

Di depan pintu Tjikini, saya langsung bisa membeli tiket pertunjukan Ari-Reda seharga Rp50.000 (termasuk minuman selamat datang). Saya sampai kira-kira pukul 19:10. Syukurlah acara belum dimulai. Bangku-bangku sudah terisi. Di ruang belakang, saya melihat Reda bercengkrama dengan beberapa teman-temannya. Pertunjukan ini sepertinya memang dibuat santai, sebagai ajang reuni Ari-Reda dengan teman-teman dan pencinta musik mereka.

Tiket Rp50.000, dapat minuman selamat datang.

Siapa sih Ari-Reda? Bagi kamu yang belum kenal, kebetulan kemarin malam di sela-sela penampilan, Reda menceritakan sedikit cerita pertemuan mereka. Duo yang terdiri dari Ari Malibu dan Reda Gaudiamo ini hasil “mak comblang” komedian Pepeng, pada tahun 1982. Waktu itu  mereka masih kuliah di Universitas Indonesia. “Orang kira, Ari yang perempuan dan Reda yang lelaki. Padahal kebalikannya,” kata Reda disambut riuh-rendah tawa penonton.

Reda bilang, awalnya mereka menyanyikan lagu-lagu seperti Fly Away (John Denver), lagu-lagu duo Simon & Garfunkel, dan lagu sejenis lainnya. Barulah pada 1987 mereka diajak terlibat dalam proyek apresiasi seni yang diprakarsai Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu).  Tujuannya, membantu orang awam menikmati puisi lewat lagu. Selanjutnya, Ari-Reda akrab menyanyikan sajak-sajak Sapardi Djoko Damono.

Saya sendiri baru mengenal Ari-Reda tahun 2007, saat menerima CD mereka berjudul Becoming Dew. Saya baru sekali mendengar yang model begitu dan langsung jatuh cinta. Syairnya indah, begitu pula lagu, petikan gitar, dan harmonisasi suara mereka berdua. Suka!


Menyanyikan puisi ala Ari-Reda.

Kira-kira pukul 19:30, Ari-Reda siap menghibur kami, dibuka dengan lagu Akulah Si Telaga. Ahhh, syahdu sekali! Suara mereka sama seperti CD. Mengalir, bersahut-sahutan, dan saling mengisi. Saya malahan sempat tidak percaya dan mengira itu lipsync (ahahahha). Penonton bertepuk tangan puas dan saya tak sabar menunggu lagu-lagu selanjutnya. Lagu kedua, lagu kesukaaan saya! Sajak Kecil Tentang Cinta mengalir lembut dari mulut Reda. Sempurna! Saya pun ikut bersenandung kecil.

Belasan lagu dinyanyikan mereka.  Beberapa adalah Hujan Bulan Juni, Sonet X, Aku Ingin, Gadis Kecil, Di Restoran, Ketika Jari-jari Bunga Terbuka, Pada Suatu Hari Nanti, Becoming Dew, Hati Selembar Daun, dan Metamorfosis.

Sudah puas dengan belasan musikalisasi puisi, Ari-Reda mengajak penonton bernostalgia. Mereka membawakan lagu pertama yang mereka nyanyikan dulu, Fly Away (John Denver). Saya , terus terang, tidak mengenal lagu itu. Mungkin, waktu itu saya belum lahir. Meski demikian, saya bisa menikmati musik mereka.  Lagu selanjutnya, tak kalah lawas. “Nah, ini lagu waktu saya SD. Pasti kamu tidak tahu kan?” kata Ibu Desire, salah satu penonton di sebelah saya. Benar, saya baru sekali mendengar Sounds of Silence yang dipopulerkan Simon & Garfunkel. Ternyata lagu-lagu lama itu indah ya. Penonton ikut bernostalgia mendengar lagu itu, termasuk Ibu Desire yang sesekali ikut bernyanyi.

Tak lama kemudian, Ari-Reda rehat sejenak. Dan saya pun memutuskan pulang karena sudah jam 9 lebih. Sebenarnya, saya ingin menyaksikan hingga selesai. Tapi saya harus pulang, khawatir angkutan umum sudah tak ada lagi. Tapi saya sudah puas kok, menikmati puisi bersama Ari-Reda. Terima kasih Ari-Reda. Kalian telah mengisi malam Minggu saya dengan rasa bahagia yang masih berbekas hingga sekarang.


Me & Mba Reda, before the show.

*repost from there.

2 comments:

  1. aiiih... rasanya kekuperan gue bisa dibuat postingan sendiri (halaah).
    Gue ga tau mba Reda, tapi tadi gw buka2 blognya dr blog list loe. Tulisannya enak, en seenaknya gue komen (biasa kalo gue setuju/ga setuju, gatel pengen komen hihihi)... asaaal deeeh.

    Baca tulisan ini jd kangen liat live show lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmmm sebenernya Ari-Reda ga terkenal2 banget sih Vic. Kecuali buat para pecinta musikalisasi puisi atau anak Sastra UI. Hehe

      Iyah, enak nonton live show :)

      Delete